15 Februari, 2008

PEMBERDAYAAN PENGAWAS SEKOLAH?

Saat ini gema aktivitas Guru di sekolah masih berkisar pada pengisisan dan hasil penilaian portofolio untuk memenuhi kriteria perolehan "sertifikasi guru". Bagi mereka yang isian portofolio-nya memenuhi kaidah dari Direktorat Jenderal Pembinaan Mutu Tenaga Kependidikan Depdiknas, akan memperoleh "ponit" guna pencapaian jenjang "Guru Teregistrasi" atau "Guru Profesional" dengan reward penambahan kesejahteraan berdasar sekian kali skala gaji yang pernah diterimanya.

Apabila banyak keluhan yang muncul dari kalangan guru di sekolah, terlebih karena rendahnya daya serap informasi melalui proses sosialisasi yang tereduksi oleh strata birokrasi.
Kemungkinan lain memang ada, semisal kebijakan lokal di tingkat kabupaten/kota (Dinas Pendidikan setempat) yang dirasakan belum memenuhi azas keterbukaan serta keadilan.
Seorang guru SMP Negeri di sebelah timur dari Jakarta Timur, sempat mempertanyakan mengapa "guru itu" yang memperoleh kesempatan pertama untuk mengisi portofolio (kalau memang ditunjuk oleh...siapa? jawabannya nggak pernah jelas, apalagi dasar keputusannya). Kenapa bukan "guru yang ini" karena dari sudut pandang teman-teman di sekolah jelas lebih layak. Kalimat tersebut mencerminkan adanya reduksi informasi tentang kebijakan lokal yang sebenarnya ditempuh justru dengan tujuan serta semangat "MEMPERBAIKI KONDISI GURU".
Kekurangan dalam implementasi perdana dari suatu sistem/program memang selalu saja ada kekurangannya, sebagai contoh kasus; Seorang guru yang akan melengkapi isian format portofolio, harus mencari, memohon dan meminta belas kasihan kepada pengawas sekolahnya untuk memperoleh rekomendasi (guru profesional) pada format bersangkutan.
Sementara ada pertanyaan yang muncul dan mengganjal di hati kita "apakah pengawas sekolahnya(supervisor sekolahnya) sudah memenuhi kaidah profesional, manakala memperoleh otoritas memberikan rekomedasi portofolio untuk melahirkan seorang guru profesional??".
Yang lebih celaka adalah pengawas sekolah (supervisor sekolah) yang BELUM PERNAH MENJADI GURU, namun merekomendasi kinerja guru, hanya karena ingin menyelamatkan kolega (Eks pejabat struktural) agar bisa memperpanjang usia pensiun ke 60 tahun. Pelecehan terhadap jabatan pengawas/supervisor seperti inilah yang semestinya menjadi SKALA PRIORITAS UNTUK SEGERA DIAKHIRI!

Tulisan ini BUKAN dimasudkan untuk memojokkan jabatan Pengawas Sekolah (Supervisor Sekolah) namun malah sebaliknya mengingatkan kepada kita semua, BAHWA JABATAN PENGAWAS/SUPERVISOR SEKOLAH BUKANLAH SEKEDAR PELENGKAP PENDERITA dari suatu sistem persekolahan di Republik ini (yang katanya sudah direformasi, sudah direformulasi dan sudah direstrukturisasi), atau MALAH BELUM ??. Wallahualam bisawab,....namun tetap harus ada kejelasan, mengingat hal ini menyangkut banyak orang dalam suatu megasistem MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DI SEKTOR PENDIDIKAN.
bRAVO pENGAWAS sEKOLAH!.

Mengakhiri Nopember 2007, Salam Guru, DS.

Tidak ada komentar: